Pabrik Sagu Sumber Kehidupan Baru Suku Kamoro

02 November 2015

Setelah menunggu sekian lama, pabrik sagu rakyat yang terletak di Kampung Keakwa, Distrik Mimika Tengah, akhirnya secara resmi mulai dioperasikan. Pengoperasian pabrik sagu rakyat Keakwa itu ditandai dengan upacara pemberkatan gedung dan semua fasilitas pabrik oleh Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr pada Selasa (27/10).

Pengoperasian fasilitas pabrik sagu rakyat yang dibangun oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) itu membawa secercah harapan baru bagi warga Suku Kamoro, tidak saja penduduk Kampung Keakwa, tetapi juga penduduk kampung-kampung lain di sekitar itu seperti Timika Pantai, Atuka, Kokonao, dan lainnya.

Mereka berbondong-bondong datang ke lokasi pabrik sagu yang terletak beberapa kilometer dari Kampung Keakwa dengan menggunakan perahu ketinting dan perahu tradisional lainnya. Pabrik sagu rakyat itu dibangun di lokasi bekas kampung lama Keakwa. Kampung lama itu dulu menjadi pemukiman penduduk Keakwa saat berlangsung Perang Dunia II. “Tempat ini merupakan kampung lama orang Keakwa. Karena situasi perang saat itu, masyarakat secara berkelompok membangun perkampungan tersembunyi di dalam hutan. Ketika situasi mulai aman dan gereja masuk, masyarakat pindah ke pantai. Orang tidak pernah bermimpi kampung ini akan dibangun kembali. Ini sebuah mujizat, dari sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin,” tutur Uskup John Saklil.

Uskup Saklil memang memahami betul kehidupan warga Suku Kamoro di wilayah pesisir Kabupaten Mimika karena lahir dan besar di lingkungan Suku Kamoro. Ayahnya yang merupakan guru perintis di wilayah Mimika mulai dari Mimika Barat Jauh di Umar hingga Timika Pantai. Adapun Kampung Keakwa baru yang kini menjadi tempat tinggal ratusan kepala keluarga, pada masa Perang Dunia II menjadi basis utama pertahanan tentara Jepang di wilayah selatan Papua. Di lokasi ini masih ditemukan sejumlah peninggalan Perang Dunia II seperti sebuah tank dan dua meriam Jepang. Sayangnya, onggokan saksi bisu sejarah itu sama sekali tidak terawat dan dibiarkan begitu saja. Bahkan dua buah meriam Jepang tersebut kini semakin terkubur di bibir pantai Keakwa akibat abrasi yang sangat tinggi di lokasi itu.

Harapan Baru

Dalam kesempatan itu Uskup Saklil mengingatkan warga Kamoro untuk bersyukur atas pembangunan pabrik sagu rakyat oleh LPMAK, sebuah lembaga nirlaba yang mengelola dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia. ”Pabrik sagu ini membawa suatu terang baru karena manusia butuh hidup, butuh makan dan minum. Ini menjadi harapan baru bagi semua orang,” ujarnya.

Ia meminta warga Keakwa untuk dapat menggunakan fasilitas yang dibangun dengan dana puluhan miliar itu guna membangun kehidupan mereka yang jauh lebih berkualitas. ”Kita punya pohon sagu tidak ada yang tanam. Tuhan yang tanam. Kalau pohon sagu dipotong terus maka lama kelamaan akan habis. Tugas kita semua untuk menanam sagu di lahan-lahan tidur untuk diwariskan ke anak cucu kita nanti,” tutur Uskup Saklil mengingatkan kualitas hidup warga setempat. ”Sebagaimana sagu, hasil laut seperti siput, karaka (kepiting), udang, dan ikan yang berlimpah-limpah itu menjadi berkat sehingga anak-anak bisa sekolah sampai jenjang perguruan tinggi, dapur tetap berasap dan masyarakat tidak sakit dan mati karena tidak mampu membayar biaya pengobatan. Kalau semua kekayaan alam yang Tuhan berikan secara cuma-cuma ini tidak mampu kita olah, kita tetap miskin di atas kekayaan alam kita,” tuturnya.

Sekretaris Kampung Keakwa Wiro Potereyauw mewakili masyarakat setempat mengucapkan terima kasih atas perhatian LPMAK dan PT Freeport Indonesia karena telah membangun pabrik sagu di kampungnya.”Mudah-mudahan fasilitas ini dapat menopang perekonomian rakyat Kampung Keakwa dan masyarakat Kamoro umumnya,” harap wiro. Wiro mengatakan warga Keakwa dan kampung-kampung pesisir Mimika selama ini hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, udang, kepiting dan kelapa untuk bisa menghidupi keluarga maupun untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Dengan adanya pabrik sagu rakya di Keakwa, katanya, warga setempat memiliki tambahan sumber penghasilan. Warga Keakwa yang terbagi atas tiga marga akan secara berkelompok menjual batang-batang sagu dari lahan atau dusun sagu mereka ke pabrik sagu rakyat Keakwa. Hal itu, katanya, merupakan angin segar bagi warga Keakwa dan kampung-kampung sekitar yang memiliki hamparan sagu yang sangat luas dan selama ini tidak termanfaatkan secara optimal untuk menunjang perekonomian rakyat. Secara turun-temurun, katanya, warga Kamoro hanya memanfaatkan sebagian kecil sagu untuk konsumsi sehari-hari.

Sementara itu Sekretaris Eksekutif LPMAK Emanuel Kemong meminta warga setempat mendukung penuh pengoperasian pabrik sagu rakyat tersebut. ”Melalui fasilitas ini masyarakat bisa menghasilkan uang. Masyarakat akan masuk hutan untuk tebang sagu ke lokasi pabrik untuk dijual. Pemuda-pemuda akan kita libatkan untuk mengelola pabrik ini secara bersama-sama,” kata Emanuel. Ia menegaskan bahwa LPMAK tidak sedang memainkan bisnis dengan masyarakat.”LPMAK tidak sedang menjalankan bisnis dengan membangun fasilitas pabrik ini. Fasilitas pabrik ini dibangun semata-mata untuk membantu masyarakat Kamoro menjadi lebih baik. Aset ini punya kalian. Ini komitmen LPMAK untuk masyarakat,” ujar Emanuel.

Oleh Evarianus Supar (Antara)

Back to List

Berita Selanjutnya

news thumb 2
05 May 2017

Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Komoro (LPMAK), sebuah lem...

20 July 2017

PT Freeport Indonesia menggandeng pemerintah daerah setempat membuat k...