Menyibak Selimut Kabut, Membuka Akses Dunia Luar

30 November 2015

Perkembangan pembangunan lapangan terbang perintis Aroanop

Chopper Bell kuning itu terbang dengan salah satu pintu terbuka lebar. Berkali-kali chopper terbang rendah dan berputar-putar di atas lahan luas yang rata. Juruvideo sibuk merekam gambar dari pintu chopper. Di bawah - terlihat dari pintu chopper yang terbuka lebar - terhampar lahan memanjang dari timur ke barat: lapangan terbang perintis itu sudah hampir selesai.

Salah satu proyek kebanggaan yang sedang dirintis oleh PTFI melalui Departemen Community Affairs adalah pembangunan lapangan terbang perintis (airstrip) Aroanop. Pagi itu kami sengaja datang ke Kampung Aroanop untuk melihat perkembangan terkini pembangunan airstrip ini. Perjalanan kami ke Aroanop didampingi langsung oleh VP Corporate Infrastructure Development PTFI, Geoffrey Hocking.

Setelah sekitar 7 menit terbang dari Tembagapura, dilanjutkan dengan fly over di atas airstrip selama beberapa saat untuk mengambil rekaman aerial, kami mendarat di helipad Aroanop. Tempat itu masih sama seperti terakhir kali kami datang. Gedung Terminal yang menjadi pusat kesibukan tetap ramai dikerumuni masyarakat yang datang untuk melihat chopper berlalu-lalang.

Yang terlihat berbeda adalah perkembangan pembangunan landasan yang kini sudah mulai terlihat wujud fisiknya, membentang dari timur ke barat.

Geoff Hocking memperkenalkan kami kepada Yessy Yulia Putri, Site Engineer proyek airstrip Aroanop. Ya, proyek pembangunan lapangan terbang perintis di salah satu pelosok terpencil Indonesia ini digawangi oleh seorang insinyur wanita. Hebat kan?

”Untuk penyelesaian airstrip sendiri sudah mencapai 60% perkembangannya. Kami harus memangkas sedikit bagian bukit itu lalu meratakan landasannya,” terang Yessy sambil menunjuk bukit kecil di hadapan kami.

Saat mengedarkan pandangan ke sekeliling lahan itu, memang dapat langsung dipahami bahwa membangun lapangan terbang – sekalipun perintis – di tempat itu adalah tantangan yang tidak sederhana. Bagaimana tidak, sejauh mata memandang di kiri dan kanan kampung terlihat penampakan alam yang berbukit-bukit. Tidak ada lahan yang rata.

”Tantangan terbesar tentunya adalah merekayasa lanskap sedemikian rupa sehingga mampu digunakan sebagai lapangan terbang. Untuk menyiasati lahan yang terbatas, landasan pacu dibangun miring dengan gradient (kemiringan) 7%,” terang Yessy.

”Selain membangun fasilitas airstrip,” tambah Yessy, ”ke depan akan dibangun juga fasilitas pendukung lain yakni jalan lingkar yang menghubungkan keempat kampung di sekitar airstrip sehingga menghasilkan akses yang terintegrasi dan mudah dijangkau oleh masyarakat.”

Kerinduan masyarakat untuk akses transportasi yang lebih mudah dan nyaman disampaikan oleh salah satu tokoh masyarakat Aroanop, Yosias Bukaleng. Ia menyampaikan, ”Saya mengucapkan terima kasih kepada Freeport dan Pemerintah yang membuatkan kami lapangan terbang jadi masyarakat bisa mengakses transportasi dengan lebih mudah. Tujuannya cuma satu, supaya masyarakat bisa hidup lebih baik dan maju sama-sama,” pungkas Yosias.

Proyek airstrip Aroanop ini merupakan program kerjasama PTFI melalui Departemen CID (Corporate Infrastructure Development) dengan Pemerintah Daerah. Ke depan saat seluruh fasilitas pendukung sudah selesai, pihak PTFI akan menyerahkannya kepada Pemerintah Daerah untuk dikelola melalui Dinas Perhubungan.

Airstrip Aroanop yang tinggal 40% penyelesaiannya ditargetkan selesai dalam 6 bulan ke depan: direncanakan untuk menjalani tes penerbangan perdana pada medio 2016 dan mulai beroperasi secara penuh pada akhir 2016. (Miko Sularso)

Back to List

Berita Selanjutnya

news thumb 2
05 May 2017

Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Komoro (LPMAK), sebuah lem...

20 July 2017

PT Freeport Indonesia menggandeng pemerintah daerah setempat membuat k...