6.350 Kura-kura Moncong Babi (Carettochelys Insculpta) Kembali ke Asmat

13 February 2015

 

Kasus penangkapan upaya penyelundupan Kura-kura Moncong Babi di Bandara Mozes Kilangin  beberapa waktu lalu, akhirnya membuka rantai jaringan penyelundupan di Bali dan Jakarta. Setelah berhasil digagalkan barang sitaan yaitu berupa ribuan ‘Tukik’ atau anakan dari Kura-kura Moncong Babi ini segera dibawa kembali ke Timika. Bekerjasama dengan BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam), Karantina Hewan, PTFI melalui Departemen Environmental (bidang lingkungan dan konservasi alam) kembali mendukung dan memfasilitasi upaya pengembalian dan pelepas-liaran ke hábitat aslinya di perairan Papua.

Setelah disita, Kura-kura tersebut ditampung dan dipulihkan kondisinya di karantina hewan selama beberapa minggu. Setelah pulih, siap untuk dikembalikan ke habitat alaminya di perairan Kabupaten Asmat. Pelepasliaran Satwa ini atas kerjasama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui BBKSDA Papua didukung oleh PTFI.

Dengan menggunakan Helikopter Airfast milik PTFI, pada Sabtu (7/2) Kura-kura Moncong Babi di terbangkan ke Kabupaten Asmat. Setibanya di Bandara Ewer Kabupaten Asmat selanjutnya diangkut dengan menggunakan speedboat ke Agats. Pelepas-liaran 6.350 anak Kura-kura Moncong Babi ini dilaksanakan pada hari Minggu (8/2) di Rawa Baki, Kampung Atsi, Kecamatan Agats, Kabupaten Asmat.

 

Kepala BBKSDA Papua Gulung Nababan yang mengawal langsung pelepas-liaran di Asmat menjelaskan, “Kura-kura Moncong Babi marak diperdagangkan dan diselundupkan secara ilegal karena memiliki nilai jual cukup tinggi. Satwa langka ini bahkan sudah diselundupkan hingga ke luar negeri ke China, Thailand dan Jepang. Ini merupakan tantangan dan tanggungjawab yang besar. Kura-kura moncong Babi ini hanya ada di perairan selatan Papua. Jika dibiarkan penangkapan dan penjualan besar-besaran suatu saat nanti pasti akan punah. Dibutuhkan kerjasama secara maksimal dari semua pihak, baik dari kepolisian, balai karantina, BKSDA dan pemerintah. Kami (BKSDA-Red) sangat hati-hati dalam menangani hal ini, karena banyaknya kepentingan perlu dibuat suatu sistem perlindungan dan pelestarian supaya Kura-kutra moncong Babi ini bisa kita lestarikan dan tetap menjadi ciri khas satwa endemik di daerah asalnya, di perairan Asmat.” Jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Gulung Nababan juga mengucapkan terima kasih kepada PTFI yang telah membantu dan bekerjasama sejak beberapa tahun terakhir. ”Saya selaku perwakilan dari BBKSDA Papua mengucapkan terima kasih kepada PTFI yang selama ini telah memfasilitasi, mulai dari pengiriman dari Jakarta, Bali dan sampai pelepas-liaran di daerah asalnya.” Katanya.

Pelepas-liaran Kura-kura Moncong Babi ini juga mendapat sambutan positif dari Pemerintah Daerah Kabupaten Asmat. Melalui Asisten III Setda Kabupaten Asmat, Muhammad Iqbal yang menyambut langsung kedatangan Kura-kura Moncong Babi di pelabuhan Agats, Sabtu (7/2). Muhammad Iqbal mengucapkan terima kasih atas kerja keras dan upaya dari PTFI yang telah bekerjasama dengan berbagai pihak demi mengembalikan satwa endemik ini kembali ke habitat aslinya.

 

Sejak tahun 2006, PTFI telah memfasilitasi upaya pelepasliaran lebih Kura-kura Moncong Babi. Hal ini merupakan perwujudan dari komitmen perusahaan yang beroperasi di pulau Papua yang memiliki keaneka ragaman hayati. PTFI bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementrian Kehutanan melalui BBKSDA Papua, telah melakukan kerjasama sejak tahun 2006. Pada tahun 2013 sebanyak 26.000 Kura-kura Moncong Babi telah berhasil di lepas liarkan. Pada awal tahun 2014 program kerjasama ini kembali melepas liarkan sebanyak 2.534 di perairan Otakwa, Distrik Mimika Timur dan 5.553 di Rawa Baki Asmat.

Hewan air yang satu ini merupakan hewan asli Indonesia tepatnya asli dari daerah Papua. Kura-kura Moncong Babi (Carettochelys insculpta), disebut juga fly river turtle, terdapat di sungai-sungai di Papua. Kura-kura ini merupakan kura-kura yang ‘full aquatic’, hampir seluruh hidupnya dihabiskan di air, Kura-kura ini pergi ke daratan hanya pada saat bertelur. Hal yang unik dari kura-kura ini adalah bahwa mereka memiliki kaki-kaki yang lebih menyerupai sirip renang, seperti pada penyu air laut, satu hal yang mendukung bahwa mereka lebih beradaptasi untuk kehidupan dalam air. Kura-kura ini mendapat julukan ‘moncong babi’ karena memiliki moncong yang menyerupai hidung babi. Tempurung (karapas) kura-kura ini lebih menyerupai kulit tebal dibandingkan dengan tempurung kura-kura lainnya, karena kura-kura ini memang lebih dekat dengan keluarga kura-kura yang bertempurung lunak (soft-shell), seperti halnya labi-labi pada kura-kura ini, bagian tubuh sebelah atas, karapas (tempurung) dan kaki-kaki berwarna abu-abu gelap, sedangkan bagian tubuh sebelah bawah berwarna terang, hal tersebut merupakan kamuflase agar pemangsa sulit menemukan mereka. Kura-kura Moncong Babi dapat tumbuh cukup besar, mereka bisa mencapai berat 22,5 kg, dan panjang 56 cm. (Hendrikus)

Back to List

Berita Selanjutnya

news thumb 2
05 May 2017

Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Komoro (LPMAK), sebuah lem...

20 July 2017

PT Freeport Indonesia menggandeng pemerintah daerah setempat membuat k...