Menambang Aman dengan Teknologi Jarak Jauh

01 July 2022

 

Dalam sekitar satu dekade terakhir, PT Freeport Indonesia mengaplikasikan teknologi operasi alat berat dari jarak jauh dalam menambang mineral bawah tanah. Keselamatan pekerja tambang dari berbagai ancaman menjadi pertimbangan utama penggunaan teknologi sekaligus untuk tetap menjaga produktivitas.

Kedua tangan Aprilia Ayomi (25) bergerak gesit. Ia mendorong ke depan tuas di kedua tangannya, lalu menariknya ke belakang. Sesaat kemudian, ia menggeser tuas ke kiri dan kanan. Sambil terus memainkan dua tuas yang diletakkan sejajar lutut saat duduk, matanya tak berpaling dari layar di hadapannya.

Lia, demikian perempuan kelahiran Kabupaten Serui, Papua, itu disapa, duduk manis di dalam gedung lantai dua mengoperasikan tuas dan tombol-tombolnya. Ia bekerja dipandu empat monitor. Dua monitor di bagian depan ditempatkan bersusun dengan jarak sekitar 1,5 meter dari tempat duduk dengan posisi searah pandangan lurus.

Satu layar lainnya masih di bagian depan Lia yang ditempatkan sekitar 50 sentimeter dari tempat duduknya dengan posisi lebih rendah dari kedua layar pertama. Satu layar lagi ditempatkan di bagian kiri tempat duduk.

Empat layar tersebut memiliki fungsi berbeda. Dua layar di depan searah pandangan mata menampilkan kondisi riil alat berat yang dioperasikan Lia dari tempat duduknya di dalam gedung berjarak sekitar 7 kilometer dari posisi alat berat di dalam terowongan.

Layar di hadapan Lia dengan posisi lebih dekat dan rendah dari kedua layar di depannya menampilkan kondisi terowongan dalam grafik kuning bergerak. Sementara layar di sebelah kiri yang dioperasikan dengan cuma disentuh menampilkan fitur-fitur untuk memulai kerja dan memilih alat berat yang tersedia.

Dari empat layar itulah Lia memastikan pekerjaannya berjalan lancar, yakni mencedok material tambang di dalam terowongan di bawah tanah. Meterial lalu diangkut untuk dimasukkan ke dalam corong guna diproses lebih lanjut di terowongan di bawahnya. Material tersebut berupa bongkahan batu berwarna abu-abu yang mengandung emas, perak, dan tembaga.

Pada Selasa (31/5/2022), pengambilan material tambang dari terowongan yang sudah terlebih dahulu tersedia berjalan cukup lancar meskipun beberapa kali sistem operasi yang menggerakkan alat berat jenis loader itu putus koneksi.

Lia adalah operator alat berat jenis loader yang dikendalikan jarak jauh di tambang bawah tanah (underground mine) Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Tak berada di dalam terowongan, ia mengoperasikan alat berat dari ruang kontrol di kantor darat.

Lia yang bekerja sejak Februari 2021 mengoperasikan loader dari kursi empuk. Dari konsol yang disebut minegem, ia mengendalikan alat berat untuk mengambil material, mengangkut, dan memasukkannya ke dalam corong untuk diproses lebih lanjut. "Setiap hari saya mengangkut material tambang 150 kali. Kalau terjadi kendala sistem, bisa kurang dari itu," ujar lulusan akuntansi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu.

Lia adalah satu dari puluhan operator yang hanya dari kursi di ruang berpendingin menekan tombol, mendorong dan menarik tuas, menggeser ke kiri serta kanan, saat bersamaan di dalam terowongan berjarak 7 km dari posisi mereka alat berat dan kereta menderu beroperasi. Bunyi mesin alat berat, gesekan dengan material tambang, pemecahan bongkahan batu riuh di ruang kerja berukuran 45 meter x 20 meter itu. Arahan dari pengendali lalu lintas sistem juga menambah ramai. Semua itu bukan di dalam terowongan, hanya di dalam ruangan di darat.

Selain loader, dari ruang kontrol di lantai dua salah satu gedung di Mile Post (MP) 72 Tembagapura itu para petugas mengoperasikan alat berat jenis pemecah batu (rock breaker) dan kereta pengangkut material tambang. Mereka memencet tombol dan memainkan tuas sembari tak berpaling dari layar agar alat berat bergerak sesuai dengan perintah.

Untuk saat ini, operasi alat berat dan kereta jarak jauh (remote) diaplikasikan pada sektor pengambilan material tambang yang telah diledakkan sebelumnya di dalam terowongan serta pemotongan bongkahan material yang panjangnya lebih dari 80 sentimeter. Selain itu, operasi jarak jauh diterapkan pada kereta pengangkut material untuk diteruskan ke bagian pemecahan menjadi kepingan kecil sebelum dilanjutkan pengangkutannya hingga ke pabrik pengolahan menjadi konsentrat di darat.

Pengoperasian alat berat dan pengangkut material tambang bawah tanah jarak jauh memang belum sepenuhnya diberlakukan. Operasi diterapkan di titik-titik produksi dengan tingkat ancaman tinggi, seperti pengambilan material di titik basah yang berarti ada potensi lumpur basah di situ.

Di GBC, misalnya, dari 32 loader yang dioperasikan, 16 unit dikendalikan operator dari gedung di darat. Hal sama juga terjadi di Deep Mile Level Zone (DMLZ), areal tambang bawah tanah lainnya, dari 32 loader yang dioperasikan, 9 unit dikendalikan jarak jauh.

Kemajuan terjadi di unit alat berat penghancur material. Sejak penerapan pada 2015, cakupannya sudah 100 persen, baik di DMZL maupun GBC. Hal sama berlaku untuk kereta pengangkut material di GBC sudah tercakup 100 persen dengan sistem remote. Sementara di DMZL, kereta belum digunakan. Material tambang masih diangkut dengan truk.

Untuk mengoperasikan alat berat jarak jauh, perusahaan yang 51 persen sahamnya telah dikuasai Indonesia melalui PT Inalum (Persero) itu menggunakan jaringan serat optik (fiber optic). Jaringan menghubungkan peranti keras di tambang bawah tanah dan alat-alat berat serta kereta dengan pusat kontrol di darat. Sistem komunikasi diatur oleh Midroc, perusahaan dari Swedia, yang menerapkan teknologi jarak jauh di tambang bawah tanah Kiruna, Swedia.

 

Keselamatan pekerja

Saat ini, PTFI mengelola tiga tambang bawah tanah, yakni Deep Mile Zone Level (DMZL), Grasberg Block Cave (GBC), dan Big Gossan. Ketiganya berada 1.200-1.500 meter di dalam tanah dari permukaan tambang terbuka Grasberg yang terkenal dengan bukaan tambang melingkar mengerucut ke bawah. Tambang Grasberg selesai produksi pada 2019 sehingga saat ini perusahaan fokus pada tiga areal tambang. Dari ruang kontrol alat berat jarak jauh, ketiga titik tambang bawah tanah berjarak 7 km.

Bagi operator, kerja di ruangan jauh dari terowongan menjamin keamanan dan kenyaman. "Bekerja dari gedung jauh dari tambang bawah tanah jelas lebih enak meskipun tetap harus serius. Risikonya hampir tidak ada," tutur Yosias Pekei (29) yang mengoperasikan alat berat pemecah batu jarak jauh. Ia sebelumnya operator alat berat di dalam terowongan.

Persis isu keamananlah operasi alat berat jarak jauh untuk tambang bawah tanah diterapkan. Dengan operator berada jauh dari terowongan, ancaman dari berbagai risiko fatal kecil.

Operasi tambang bawah tanah memiliki banyak risiko, yakni gempa yang bisa menimbulkan semburan batuan, adanya lumpur basah yang terperangkap bersama material tambang di celah batuan. Risiko lainnya, terowongan runtuh, paparan gas dan debu beracun, serta kebakaran. Dalam sekitar 15 tahun terakhir sejak operasi tambang bawah tanah dimulai, tercatat 11 kejadian berujung tewasnya pekerja, di antaranya pada 2013 dua karyawan meninggal karena semburan lumpur basah di dalam terowongan di DMZL.

Dengan risiko tersebut, kata Senior Vice President Underground Mine PTFI Henky Rumbino, perusahaan berpikir untuk mengoperasikan alat berat dari tempat aman. Konsepnya mengeluarkan operator dari terowongan, tetapi alat tetap bekerja. "Pertimbangan utama dan pertama operasi produksi jarak jauh ini berkaitan dengan keselamatan kerja," kata pria kelahiran Wamena, Kabupaten Jayawija, Papua, itu.

Henky mengatakan ada sejumlah titik rawan, terutama risiko lumpur basah, di dalam terowongan di level pengambilan material hingga ke pengangkutan. Kondisi itu bisa mengancam keselamatan pekerja dan menghambat produksi kalau dilakukan manual. Konversi ke sistem operasi produksi jarak jauh menjadi solusi agar bahaya bisa dihindari sekaligus produksi tetap berjalan.

Operasi produksi jarak jauh pun lalu dikembangkan meskipun pada awalnya cakupannya masih terbatas. Dengan berbagai evaluasi, sistem mulai stabil dan makin banyak cakupan level produksi, yakni dari pengambilan material tambang, pemecah batu, hingga pengangkutan material tambang dengan kereta.

Menurut Henky, inovasi yang mengonversi sebagian produksi ke operasi jarak jauh muncul dari asesmen risiko di tambang bawah tanah (lumpur basah, gempa, paparan gas atau debu). Dari temuan tersebut, dibuat pemetaan untuk mengatasi masalah, termasuk solusi operasi jarak jauh.

Dihadapkan pada kondisi tersebut, perusahaan berkomunikasi dengan perusahaan tambang bawah tanah di negara lain, termasuk di Kiruna, Swedia. Dari sana, PTFI mencontoh sejumlah praktik baik dan aman, termasuk penerapan teknologi jarak jauh operasi alat berat.

Operasi alat berat jarak jauh untuk produksi tambang bawah tanah bermula dari areal Deep Ore Zone (DOZ) yang sudah selesai berproduksi. Kala itu, teknologi yang dipakai masih sederhana. Operasi alat berat, yakni loader, tetap dilakukan di dalam terowongan dari jarak 100 meter. Hal itu belum menjawab ancaman bahaya karena semburan lumpur basah, misalnya, bisa melanda hingga 150 meter dari titik munculnya. Pengembangan terus dilakukan sampai diterapkannya teknologi tersebut kini.

Sejauh ini, penerapan alat berat dan alat angkut material tambang masih memenuhi ekspektasi produksi. Alat berat jenis loader, misalnya, produktivitas per jamnya mencapai 270 ton material tambang. Angka itu tak berbeda jauh dari operasi manual yang sebanyak 280 ton per jam. Dengan sistem yang terus diperbaiki dan efektivitas kerja, produktivitas bisa terus meningkat.

Tambang bawah tanah PTFI saat ini menghasilkan 5,52 juta ton bijih per bulan atau 183. 000 ton bijih per hari. Produksi terbesar berasal dari GBC, menghasilkan 3 juta ton bijih per bulan.

Salah satu kendala saat ini masih sering terjadinya hilang koneksi pada alat kontrol. Pada saat Kompas berada di ruang kontrol pada Selasa (31/5/2022), hilang kontrol sering terjadi pada konsol operator loader yang disebut minegem. Operator terpaksa harus pindah ke konsol lainnya sambil menunggu sistem diperbaiki.

Inovasi tentu terus dilakukan, bahkan bisa menjamah level lain operasi tambang bawah tanah, seperti pengeboran dan peledakan material tambang yang saat ini masih dilakukan manual. Ruang aplikasi teknologi tinggi di tambang yang sudah berumur 55 tahun itu masih terbuka lebar dengan peluang inovasi dari teknologi 5G yang saat ini diuji coba pada loader.

"Dengan tambang yang makin masif dan berisiko, kami pasti terbuka dengan teknologi yang berkembang," ujar Kepala Teknik Tambang PTFI Carl Tauran.

Dengan izin usaha hingga 2041, barangkali kita akan menyaksikan makin banyak inovasi teknologi di tambang bawah tanah PTFI. Teknologi memang harus diterapkan untuk keselamatan dan kemudahan kerja manusia.

 

http://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/06/16/menambang-aman-dengan-teknologi-jarak-jauh

 

Back to List

Berita Selanjutnya

news thumb 3
17 May 2017

Ribuan karyawan di Ridge Camp akan menjadi yang pertama menikmati inve...

07 July 2017

Upaya-upaya pengembangan SDM dengan memanfaatkan pesatnya perkembangan...