Amungme-Kamoro Pertahankan Freeport Tetap Beroperasi

04 January 2016

Dukungan Masyarakat Adat terhadap Keberlanjutan Operasi PT Freeport Indonesia

TIMIKA. Sejumlah tokoh masyarakat adat dan pemilik hak ulayat Amungme-Kamoro menyatakan sikap untuk memperjuangkan kelanjutan operasi tambang PT Freeport Indonesia setelah 2021, dengan catatan perusahaan harus meningkatkan kontribusi dan menyelesaikan berbagai persoalan masa lalu.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI), Maroef Sjamsoeddin, mengatakan masyarakat adat pemilik hak ulayat dan pemerintah di Papua tentu dilibatkan dalam pembahasan perpanjangan kontrak karya.

“Freeport adalah aset nasional berada di Papua yang dibiayai perusahaan investor asing dalam hal ini Freeport McMoRan,” ujarnya dalam jumpa pers di bersama tokoh masyarakat adat dan pemilik ulayat Amungme-Kamoro di Rimba Papua Hotel, Sabtu (26/12).

Maroef mengatakan, PT Freeport berkomitmen terus meningkatkan kontribusi terhadap masyarakat di sekitar wilayah operasinya, selain memberi nilai manfaat kepada bangsa dan Negara. “Karena kebetulan Freeport ini berada di Papua, maka sudah pasti tidak akan mengabaikan keberadaan dan peran dari masyarakat dimana operasi ini dilakukan,” katanya.

Kepala Suku Umum (Lemasa), Yunus Omabak, salah satu tokoh masyarakat Amungme yang mendukung penuh PT Freeport terus melakukan penambangan emas, tembaga dan perak di gunung Nemangkawi. Akan tetapi perusahaan asal Amerika Serikat itu harus menyelesaikan berbagai persoalan dengan masyarakat pemilik hak ulayat. “Freeport harus tetap lanjut karena masih banyak hal yang mau diperbaiki untuk masyarakat adat di wilayah pertambangan. Banyak kerusakan harus diperbaiki kembali,” ujar Omabak.

Ia mengatakan Freeport telah memberikan kontribusi melalui dana satu persen untuk pengembangan masyarakat yang merasakan dampak langsung dari penambangan PT Freeport. Walaupun belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan secara penuh kepada masyarakat, namun Freeport harus tetap ada dan meningkatkan kontribusi kedepan.  “48 tahun freeport di Timika. Ada dana 1 persen dikelola oleh LPMAK. Kesempatan bagi kami bahwa sekarang kebetulan Freeport dipegang oleh seorang Jenderal (purn) yang punya jiwa nasional tinggi dan tentu akan berpihak kepada masyarakat dan bangsa Indonesia,” katanya.

Sementara Pejabat Sementara (Pjs) Ketua Lemasko, Marianus Maknaipeku, meminta agar para elit politik tanah air segera menghentikan politisasi terhadap status Freeport. Sebab, sebetulnya pemerintah dan politisi di pusat tidak memahami betul tentang Papua terutama PT Freeport. “Bayangkan saja pada tahun 2011 sempat terjadi mogok kerja yang mengakibatkan Freeport berhenti sementara. Saat itu pula perekonomian di Timika lumpuh total,” kata Marianus.

Marianus menegaskan bahwa Freeport harus tetap beroperasi di Papua dengan catatan harus meningkatkan kontribusi dalam pembangunan perekonomian, kesehatan dan pendidikan serta memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan selama ini. “Masyarakat adat yang ada di sekitar lokasi pertambangan jangan hanya dijadikan sebagai penonton, tapi harus sebagai pelaku,” tegasnya.

Ketua Forum MoU 2000 dari suku Amungme, Yopi Kilangin, juga menginginkan supaya Freeport tetap melanjutkan kontrak. Jika memang masih ada permasalahan antara masyarakat dengan perusahaan seperti masalah hak ulayat lahan dan kompensasi, maka ia setuju hal itu diselesaikan secara kekeluargaan.

“Kami berpesan kepada pemerintah bahwa freeport harus tetap ada dan melanjutkan kontrak. Tapi sebagai masyarakat adat, pasti ada hal-hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan Freeport kedepan,” jelasnya.

Tokoh masyarakat Amungme-Kamoro, Hans Magal, mengingatkan kepada pemerintah maupun elit politik di parlemen agar berhenti berbicara soal Freeport. Karena sesungguhnya yang paling mengetahui dan mengenal masalah Freepot adalah masyarakat Papua, khususnya masyarakat yang ada di sekitar area pertambangan, seperti suku Amungme dan Kamoro.

“Jadi kalau (pemerintah) mau bertanya, bertanyalah kepada kami di Papua untuk mendapat jawaban yang tepat,” tandas dia. Karena menurutnya, polemic soal Freeport yang terjadi di Jakarta lantaran tidak adanya informasi yang tepat dan akurat mengenai keberadaan tambang emas terbesar dunia termasuk kontribusi perusahaan itu di Papua.

“Orang Papua selaku pemilik kekayaan alam yang ditambang saja diam dan tenang menyaksikan perseteruan yang terjadi di Jakarta, dimana mempertontonkan segala isu yang sarat akan kepentingan,” katanya.

Ia meminta Presiden Joko Widodo membuka ruang demokrasi seluas-luasnya kepada orang Papua terutama Amungme dan Kamoro untuk duduk dan membicarakan hak-hak kepemilikan tanah dan aset yang sedang ditambang oleh Freeport.

“Persoalan Freeport harus dikembalikan ke pemerintah provinsi papua dan masyarakat pemilik hak ulayat. Freeport akan dilindungi masyarakat adat Amungme dan Kamoro untuk tetap beroperasi karena masih banyak hal yang perlu dilakukan Freeport di Papua,” pungkasnya. (mix)

Sumber: Radar Timika Edisi 28 Desember 2015

Back to List

Berita Selanjutnya

Other 1
06 January 2017

PT Freeport Indonesia hari ini menyerahkan bonus juara sebesar 1 Milya...

09 January 2017

PT Freeport Indonesia (PTFI) hari ini menerima piagam rekor dunia dari...