Bersama Membangun Papua

13 December 2021

Kolaborasi mudah diucapkan meski tidak selalu mudah dikerjakan. Walau dalam konteks pembangunan, termasuk pembangunan di Papua, kolaborasi patut diperjuangkan. Tak hanya demi percepatan pembangunan, namun agar tiada yang tertinggal dalam proses pembangunan.

Salah satu kolaborator dalam pembangunan di Papua tak lain Universitas Cendrawasih. Hari Selasa (30/11/2021) bertempat di Rektorat Uncen, Jayapura, digelar temu kolaborasi antara pemerintah yang diwakili Bappeda Papua, para akademisi dari Uncen, juga pelaku non pemerintah, non-state actors.

Temu kolaborasi itu diibaratkannya sebagai lokapasar, marketplace, di mana Uncen sebagai lapak yang menjadi tempat pertemuan banyak pihak. "Ini forum yang baik untuk berbagi dan belajar," kata Rektor Universitas Cendrawasih Apolo Safanpo.

Diakui Apolo, perusahaan swasta sebagai pelaku non pemerintah, terkadang lebih baik. "Produksi dan ekspor dari swasta malah lebih banyak. Sementara BUMD malah jarang yang ekspor, padahal itu yang mendatangkan devisa lebih besar untuk negara. Kita harus saling belajar tentang hal-hal yang bisa diadopsi," ujarnya.

Semangat untuk saling belajar dan berkolaborasi juga diungkapkan Vera AP Wanda, Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi Bappeda Papua dalam forum itu. "Kalau infrastruktur, kita mampu bangun cepat. Selanjutnya adalah bagaimana memperkuat ekonomi kita. Kita harus kerja sama. (Apalagi) uang pemerintah takkan cukup. Jadi perlu dukungan," ujarnya.

Terkait 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) yang harus dicapai, bagi Vera, yang utama adalah memastikan kesejahteraan bagi warga Papua. "Kita harus bermitra untuk itu. Dan, untuk memulainya saya kira tempat yang tepat adalah kampus," ujarnya.

Di Uncen kini terdapat lebih dari 25 pusat studi mulai dari pusat studi hukum, hak asasi manusia hingga energi. Kebetulan, pusat-pusat studi itu diperkuat dengan banyak ahli, meski dengan persoalan klasik keterbatasan anggaran untuk riset, yang kiranya dapat diatasi dengan kolaborasi antara Uncen bersama swasta.

Penguatan kapasitas

Salah satu kolaborator non pemerintah yang bekerja sama dengan Pusat Studi Data dan Informasi Pembangunan (PUSDIP) Uncen adalah PT Freeport Indonesia (PTFI).

"Kami berharap yang dirintis Freeport dapat berlanjut dan bermanfaat untuk masyarakat. Kita akan libatkan lembaga adat (Lemasa dan Lemasko) sebagai mitra, untuk itu perlu penguatan kelembagaan," kata VP Community Relations & Human Rights PTFI Arnold Kayame.

Kolaborasi dengan Uncen, kata Arnold, pertama-tama karena Uncen ada di Papua. "Kemudian, Uncen memang memahami Papua. (Kebetulan) target kita memang lembaga adat dengan latar belakang yang khusus, berbeda dengan daerah lain," ujarnya.

Sebagai permulaan, tiga dokumen telah diserahkan oleh Uncen untuk dapat digunakan dalam pemantauan dan evaluasi beberapa sekolah yang dibiayai PTFI. Diantaranya, Asrama Taruna Papua, Sekolah dan Asrama Salus Populi, dan Asrama Bintang Kejora.

Dokumen itu akan dibukukan dan dijadikan model bagi Uncen maupun PTFI untuk berkolaborasi dengan pihak lain. Dengan dokumen itu, semestinya warga di sekitar wilayah operasi PTFI maupun warga Papua lainnya dapat beroleh manfaat maksimal dari pembangunan SDM Papua.

Kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, menggunakan metode dan modul yang disiapkan Uncen, merupakan upaya untuk menyiapkan warga Papua. Terlebih lagi, masa depan harus selalu diantisipasi. Izin operasi PTFI misalnya, di atas kertas sampai tahun 2041 saja.

"Kita juga ingin ada legacy. Kita tidak ingin keluar dari Papua dengan meninggalkan warisan kurang bagus. Selama Freeport hadir, masyarakat bergantung pada kita. Semua hal dimintakan ke perusahaan," ujar Arnold, yang ingin perlahan mengubah hal itu.

Kontribusi PTFI sejauh ini memang masih dominan di Papua. Presiden Direktur PTFI Tony Wenas pun mengatakan, "peningkatan produksi kami turut menggenjot pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi Papua di triwulan III-2021".

Pada periode Juli hingga September 2021, produksi bijih tembaga PTFI mencapai 956 juta ton atau naik 76,05 persen dibanding periode sama di tahun sebelumnya. Sementara itu, angka produksi emas PTFI mencapai 968 ribu ounce atau naik 67,76 persen dibanding periode sama di tahun sebelumnya.

Kontribusi dari PTFI mendorong pertumbuhan Papua pada triwulan III-2021 mencapai 14,54 persen, sehingga menjadi pertumbuhan ekonomi provinsi yang tertinggi di Indonesia. Jauh di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia pada triwulan III-2021 sebesar 3,51 persen.

Peningkatan produksi PTFI tentunya akan linear dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasinya, di Kabupaten Mimika. PTFI juga telah ikut berperan aktif terlibat dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Mimika 2020-2024. "Ini contoh bagaimana swasta berperan mempercepat pencapaian TPB/SDGs," ujar Erna Witoelar, salah satu pendiri Partnership ID, pekan lalu.

Walau demikian, tidak mudah untuk membangun bersama-sama. Konsep "beri kail, bukan ikan" terkadang mudah diucapkan meski berlika-liku untuk mewujudkannya.

Lebih dilibatkan

Kolaborasi lanjutan dengan Uncen diiniasi PTFI untuk mengawal optimalisasi Yayasan Pemberdayaan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK). "Kami (PTFI) akan jadi lembaga donatur, dan nantinya bekerja sama dengan semua yayasan di kampung," ujar Arnold.

Lembaga adat dan PTFI, nantinya akan turun sampai ke kampung. Bermodal modul dari Uncen, masyarakat dalam beberapa kali pertemuan pendahuluan merasa lebih dilibatkan. Modul dari Uncen juga kelak memandu pengawasan dan evaluasi.

"Dalam kerja sama dengan yayasan di kampung, kita akan lihat sasaran mereka. Tak bisa lagi orang datang ancam-ancam kita, kasih proposal, terus bilang karena punya tanah. Tidak seperti itu. Kita liat you punya proposal, dan ayo kita bersama-sama ke lapangan," ujar Arnold.

Dari hasil evaluasi, akhirnya juga diketahui apa yang dibutuhkan masyarakat bukan apa yang diinginkan masyarakat. Tantangan memang berat. Tadinya, masyarakat hanya menikmati hasil tetapi kini berproses.

Membangun Papua secara bersama-sama jelas tidak mudah. Harus ada kerja-kerja yang cukup detail dengan modul yang disiapkan oleh para ahli, para akademisi.

Kolaborasi juga terkadang merepotkan karena tidak mudah berjalan beriringan dengan kecepatan yang sama. Namun, sekali lagi, hal itu harus dilakukan agar tidak ada yang tertinggal.

 

http://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/12/13/bersama-membangun-papua

 

Back to List

Berita Selanjutnya

news thumb 2
05 May 2017

Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Komoro (LPMAK), sebuah lem...

20 July 2017

PT Freeport Indonesia menggandeng pemerintah daerah setempat membuat k...