Kegiatan Reklamasi Freeport Capai 5.000 Hektare

23 August 2021

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengatakan sebuah tambang bisa dikelola secara berkelanjutan (sustainable). Meskipun kegiatan pertambangan berdampak pada perubahan bentang alam dan bahan yang ditambang bukan termasuk renewable resources namun pengelolaan kegiatan pertambangan dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainability principles).

Tony mencontohkan dengan apa yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dalam mengelola tambang di Tembagapura, Papua. Seluruh kebijakan yang dibuat merujuk pada komitmen perusahaan terhadap para pemangku kepentingan, meliputi aspek lingkungan, sosial, ketenagakerjaan, HAM, dan tata kelola (governance).

"Kami mengikuti kaidah praktik-praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practices)," tegas Tony kepada detikcom beberapa waktu lalu. "Pada proses penambangan yang kami lakukan, bijih yang telah ditambang digerus menjadi halus, untuk kemudian dikirim ke pabrik pengolahan (mill). Dalam proses ini, bijih yang telah digerus halus dicampur dengan reagen, sehingga terjadi proses fisika bukan proses kimia. Kami tidak menggunakan sianida, tidak ada merkuri dan juga zat-zat yang membahayakan," kata Tony.

Dalam proses tersebut, lanjut Tony, mineral berharga akan terapung dan yang tak berharga akan tenggelam yang kemudian akan menjadi tailing (limbah tambang). "Tailing ini dialirkan dalam suatu sistem sungai yang sudah didedikasikan untuk itu dan dengan izin Bupati, Gubernur, Menteri KLHK dan juga tertuang di dalam AMDALnya. Ini semua diendapkan di satu daerah yang namanya tailing deposition area seluas 23.000 hektare," imbuh Tony.

Tony mengatakan tailing tersebut berbentuk pasir halus dan sama sekali tidak berbahaya karena sudah lolos serangkaian test. Bahkan, menurut Tony, tailing yang sudah tidak aktif bisa tumbuh tanaman di atasnya dengan mudah baik secara alami maupun dengan bantuan tangan manusia.

"Seperti yang bisa dilihat (di area tailing) ada begitu banyak tanaman yang bisa tumbuh, buah-buahan, tanaman keras, ikan-ikan juga bisa hidup di situ. Cuma memang volumenya (tailing) besar," ujarnya.

Soal reklamasi, Tony menuturkan hal itu merupakan kewajiban dari PTFI untuk berusaha mengembalikan flora seperti di awal meski kontur yang ada pada area tambang tidak bisa berubah. Tetapi, PTFI berusaha sedemikian rupa untuk tetap menjaga flora dan fauna yang ada sebelum adanya kegiatan menambang.

"Begitu juga dengan yang ada di area tailing, sekitar 1.000 hektare daerah pengendapan tailing sudah ditanami kembali, dan ada beberapa tempat lainnya yang juga sudah ditanami sehingga total sudah mencapai sekitar 5.000 hektare yang kami tanami kembali, dan hal ini terus dilakukan," ungkapnya. Tony menambahkan PTFI juga sudah memiliki dokumen penutupan tambang yang disepakati Kementerian ESDM. Pada tahun 2041 saat PTFI selesai menambang, program rehabilitasi dan reklamasi ini akan tetap berjalan. "Sehingga daerah-daerah yang tadi terdampak akan bisa kembali lagi dan ekosistem tetap terjaga," urainya.

 

https://finance.detik.com/energi/d-5693132/kegiatan-reklamasi-freeport-capai-5000-hektare?single=1

Back to List

Berita Selanjutnya

17 October 2020

Papua kembali menunjukkan keanekaragaman hayatinya melalui penemuan du...

25 November 2020

Universitas Cenderawasih (UNCEN) bekerja sama dengan PT Freeport Indon...