Mineral Hasil Tambang Hadir Dalam Keseharian

16 October 2020

JAKARTA - Tembaga dan mineral hasil tambang menjadi bahan baku penting dalam memproduksi barang-barang pendukung keseharian masyarakat. Barang-barang seperti jam tangan, alat makan, gawai, bahkan alat transportasi menggunakan bahan baku mineral hasil tambang. Bahkan, tembaga juga banyak dimanfaatkan untuk membuat peralatan atau sistem pendukung kegiatan ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik, panel surya, dan pembangkit listrik tenaga angin.

”Contoh, kebutuhan mobil listrik perlu tembaga empat kali lipat dari mobil konvensional. Pembangkit listrik tenaga angin butuh kabel tembaga lebih banyak dari kabel listrik biasa. Jadi, peran tembaga tetap dibutuhkan bagi manusia,” kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Clayton Allen Wenas atau dikenal sebagai Tony Wenas dalam acara Kompas Talks bertema ”Mining for Life” melalui tayangan langsung Instagram Harian Kompas, Kamis (15/10/2020).

Mengutip laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berdasarkan identifikasi Badan Geologi, Indonesia memiliki sumber daya bijih tembaga 15,083 miliar ton dan cadangan 2,632 miliar ton. Adapun sumber daya logam tembaga 48,98 juta ton dan cadangan 23,79 juta ton.

PT Freeport Indonesia memiliki cadangan 1,8 miliar ton bijih tembaga dari lima lapangan hunbang di Papua. Jumlah itu belum termasuk tambang bawah tanah di Grasberg yang memiliki cadangan 1,3 miliar ton. 

Menurut Tony, proses transisi tambang bawah tanah masih berlangsung dan baru mencapai kapasitas produksi 100 persen pada 2022. Terkait operasionalisasi pertambangan di PT Freeport Indonesia, Tony mengatakan, aspek kelestarian lingkungan tetap diperhatikan. Aspek itu tertuang dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang diterbitkan pada 1997.

Dokumen itu mengatur tata cara reklamasi daerah tambang yang tidak terpakai, seperti menanam kembali lahan dengan tanaman asli setempat. ”Misalnya, di Grasberg sudah sekitar 400 hektar ditanami tanaman. Daerah tailing atau sisa hasil tambang berupa batuan tergerus juga sudah sekitar 800 hektar. Kalau yang masih aktif belum bisa direklamasi,” paparnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyatakan, peningkatan nilai tambah tembaga melalui proses hilirisasi harus bermanfaat besar bagi Indonesia. ”Kita ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi),” katanya dalam diskusi webinar ”Masa Depan Hilirisasi Tembaga Indonesia”, Rabu (14/10), seperti dikutip dari siaran pers.

Ridwan mengakui, membangun smelter dalam upaya hilirisasi tembaga bukan hal mudah karena nilai investasinya besar. Secara terpisah, CEO Grup Mind ID Orias Petrus Moedak menegaskan, upaya menjadikan Indonesia sebagai titik kumpul produksi material yang menghasilkan baterai sudah dicanangkan. ”Tim dengan anggota direktur utama Pertamina, PLN, Mind ID, dan Antam sudah dibentuk dan melakukan banyak hal,” ujarnya kepada media.

Diperkirakan, kontribusi nilai tambah hilirisasi nikel terhadap produk domestik bruto (PDB) 500 juta dollar AS hingga 1,5 miliar dollar AS per tahun di tahap upstream. (ERK/IDR)

sumber artikel: Kompas, 16 Oktober 2020, halaman 10

Back to List

Berita Selanjutnya

Other 1
06 January 2017

PT Freeport Indonesia hari ini menyerahkan bonus juara sebesar 1 Milya...

09 January 2017

PT Freeport Indonesia (PTFI) hari ini menerima piagam rekor dunia dari...