Tingkatkan Penelitian Alam Hayati di Papua

07 July 2021

JAKARTA - Penelitian dan penjelajahan untuk mengungkap keanekaragaman hayati di tanah Papua perlu terus ditingkatkan untuk mencegah spesies flora dan fauna mengalami kepunahan. Hal ini memerlukan dukungan dari semua pihak, baik pemangku kebijakan, korporasi, organisasi lingkungan dan filantropi, maupun masyarakat sekitar.

Hal tersebut mengemuka dalam acara Kompas Talks bertajuk Restorasi Ekosistem untuk Keberlanjutan Keanekaragaman Hayati, Selasa (6/7/2021). Kegiatan ini menghadirkan Anggota Dewan Pembina Yayasan Kehati Erna Wi- toelar, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Papua Barat Charlie D ITeatubun, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas, dan figur publik sekaligus pegiat lingkungan Nugie. Charlie Heatubun menyampaikan, kondisi keanekaragaman hayati di Papua Barat secara umum sangat mengkhawatirkan karena minim pengetahuan dan penelitian yang mengungkap kekayaan di wilayah tersebut. Padahal, keanekaragaman hayati di Pulau Papua ataupun di wilayah lain tengah menghadapi tekanan akibat pembangunan, peningkatan jumlah penduduk, dan krisis iklim.

Jumlah spesies tumbuhan berpembuluh di Papua dalam publikasi terakhir ada 13.634 spesies. Namun, sebagian besar data ini justru berasal dari hasil penelitian negara tetangga, Papua Niugini, sehingga masih banyak wilayah Papua yang belum dijelajahi untuk kepentingan ilmu pengetahuan, ujarnya. Menurut Charlie, masih minimnya penelitian di Papua disebabkan keterbatasan jumlah peneliti dan aksesibilitas, seperti infrastruktur dan konflik antarsuku. Di sisi lain, melakukan penelitian di Papua juga membutuhkan biaya yang sangat besar karena kondisi fisik alam yang beragam, seperti pegunungan, kawasan hutan, danau, laut, muara, dan pulau-pulau.

Mengungkap flora di tanah Papua selama seratus tahun ke depan mungkin juga belum akan selesai, apalagi jika peneliti flora masih minim. Berbeda dengan bidang teknologi, peneliti keanekaragaman hayati perlu menjelajah, dan ini yang membutuhkan energi besar, katanya. Charlie menegaskan, peran penelitian sangat penting dalam menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati. Saat ini, Balitbangda Papua Barat telah mengidentifikasi prioritas konservasi untuk 1.500 tumbuhan endemik.

Erna Witoelar memandang bahwa upaya Indonesia belum cukup optimal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati seperti yang diharapkan dunia. Upaya saat ini tidak hanya sebatas konservasi, tetapi juga restorasi mengingat kerusakan yang terjadi sudah berlangsung sejak lama dan berdampak luas. Meski demikian, Erna juga menilai saat ini sudah banyak daerah dan organisasi filantropi yang telah melakukan restorasi ekosistem dengan skala besar. Sejumlah pihak tersebut sudah menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan melestarikan keanekaragaman hayati meski pada awalnya kegiatan restorasi dilakukan dengan tekanan. PBB menggaungkan, saat ini menjadi dekade untuk restorasi ekosistem karena ini merupakan solusi mengatasi degradasi keanekaragaman hayati, ujar Erna.

 

Upaya korporasi

Tony Wenas mengatakan, Freeport telah berkomitmen menjaga lingkungan dan melestarikan keanekaragaman hayati sekaligus meningkatkan ekonomi, khususnya untuk masyarakat sekitar. Komitmen ini bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Sejumlah upaya itu, antara lain, membangun pusat penelitian keanekaragaman hayati dan melakukan reklamasi serta rehabilitasi lahan. Sejak 1999-2020, area yang direkla- masi mencapai 2.800 hektar. Sementara pada semester pertama 2021 telah dilakukan penanaman 1 juta pohon dengan cakupan luas 400 hektar dan ditargetkan mencapai 2,7 juta pohon pada lahan 2.000 hektar.

Pihaknya juga melakukan penelitian tentang vegetasi, mamalia, burung, amfibia, perikanan air tawar, serta serangga air dan serangga terestrial. Hasilnya, banyak ditemukan spesies baru, mulai dari biota akuatik hingga tanaman dan fauna terestrial, seperti 16 spesies kepiting, 17 spesies mamalia yang belum diidentifikasi, dan potensi 20-30 spesies kodok. Ia pun mengatakan, pendidikan keanekaragaman hayati tak kalah penting. Kami telah menerbitkan buku-buku dan mengedukasi siswa mulai dari SD hingga SMA untuk berkunjung ke wilayah konservasi kami agar mereka mengerti keanekaragaman hayati di Papua dan belajar melestarikannya, ucapnya. Guna membangkitkan ketertarikan masyarakat, Nugie menyatakan perlu informasi berimbang yang diterima publik terkait isu lingkungan dan keanekaragaman hayati. Sebab, ia menilai selama ini isu kerusakan lingkungan lebih banyak disampaikan dibandingkan konservasi atau penemuan spesies flora dan fauna baru. Flora sangat dibutuhkan dan menjadi indikator suatu lingkungan hidup yang baik apabila habitatnya terjaga, ujarnya. (MTK)

Back to List

Berita Selanjutnya

17 October 2020

Papua kembali menunjukkan keanekaragaman hayatinya melalui penemuan du...

25 November 2020

Universitas Cenderawasih (UNCEN) bekerja sama dengan PT Freeport Indon...