Hilirisasi Tambang Dongkrak Perekonomian Nasional

28 September 2022

HILIRISASI industri sumber daya alam (SDA) disebut sebagai salah satu faktor pendorong perekonomian Indonesia saat ini. Karena itu, pemerintah telah melakukan pelarangan ekspor barang mentah, yaitu nikel. Kebijakan itu akan dilanjutkan dengan pelarangan ekspor bauksit pada 2022 dan timah pada 2023.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan pelarangan tersebut merupakan upaya agar hilirisasi dilakukan di dalam negeri. Tujuannya ialah memberikan nilai tambah yang tinggi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

Bahlil mencontohkan langkah PT Freeport Indonesia (PT FI) membangun industri pengolahan dan pemurnian (smelter) terbesar di dunia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, patut diapresiasi.

Menurutnya, kemampuan Indonesia dalam pengelolaan tambang kelas dunia itu akan memberikan bargain (daya tawar) posisi di mata dunia. Bahwa kita sebagai anak negeri bisa mengelola sumber daya dalam negeri dengan baik, ujar Bahlil, beberapa waktu lalu.

Bahlil menjelaskan saat ini hilirisasi industri di Indonesia sudah di jalur yang benar. Ia mengungkapkan pada 2017 lalu, defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok mencapai US$18 miliar dan pada 2021 masih tercatat defisit sebesar US$2,5 miliar.

Akan tetapi, pada semester 12022 ini, neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok tercatat surplus sebesar US$1 miliar dan secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia juga tercatat surplus sebesar US$15,55 miliar, paparnya.

Pemerintah, lanjut dia, juga melakukan sejumlah upaya untuk mendorong hilirisasi mineral, antara lain dengan melakukan penataan ekspor dan menebar insentif investasi.

Dalam rangka penataan ekspor, pemerintah hanya mengizinkan pengusaha yang sudah memiliki smelter atau sedang membangun smelter dengan capaian 80% untuk bisa melakukan ekspor.

Upaya selanjutnya ialah menebar insentif kepada perusahaan yang melakukan hilirisasi di sector pertambangan. Termasuk timah. Capex (belanja modal) timah itu lebih murah ketimbang membangun hilirisasi nikel, imbuhnya.

Bahlil pun memahami aspirasi pengusaha timah yang meminta hilirisasi timah dilakukan secara bertahap. Ia mengaku sebagai mantan pengusaha tambang nikel, akan sangat merugi dengan kebijakan larangan ekspor. Namun, ia menyadari sudah saatnya Indonesia membangun hilirisasi.

Salah satu komoditas, yaitu mineral timah yang juga akan dilarang ekspornya pada akhir 2022 ini, tetap harus segera dihilirisasi. Pasalnya, meski Indonesia hanya penghasil timah kedua dunia setelah Tiongkok, Indonesia merupakan eksportir timah terbesar di dunia.

Manfaat maksimal

Pemerintah juga terus mendorong program peningkatan nilai lebih lewat hilirisasi mineral sehingga dapat memberikan manfaat maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan hilirisasi harus dikembangkan secara optimal hingga bahan dasar produk industri.

Hilirisasi mineral tidak cukup hanya diproses setengah jadi. Namun, harus dikembangkan secara maksimal menjadi produk yang menjadi bahan dasar pada tahapan pelengkap atau paling akhir dalam pohon industri, ujar Arifin, belum lama ini.

Karena itu, pembangunan smelter harus mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lainnya agar dapat berjalan baik. Artinya, diperlukan sinergi dan kolaborasi berkelanjutan agar hilirisasi mineral dapat berjalan optimal.

Ia juga menambahkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam sumber daya alam, khususnya cadangan mineral seperti nikel dan kobalt. Bahan baku tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengembangan baterai kendaraan listrik ramah lingkungan.

Menurutnya, keunggulan tersebut dapat diproses hingga produk akhir untuk mendukung transisi pembangunan energi berbasis fosil dengan menjadikan energi yang bersih untuk masa depan.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebut smelter yang sedang dibangun di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur, akan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Bahkan, smelter itu diyakini berkontribusi signifikan.

Nilai tambah produksi emas itu memberikan kontribusi signifikan atas perekonomian Indonesia di pusat dan daerah Papua, kata Fahmy.

Menurut Fahmi, PT FI sebelumnya mengekspor konsentrat karena belum membangun smelter. Apalagi, kata dia, Indonesia hampir tidak dapat manfaat dari produksi emas PT FI lantaran smelterisasi konsentrat dilakukan di smelter luar negeri.

Produksi emas yang melimpah itu merupakan hasil divestasi 51% yang salah satu syaratnya adalah smelterisasi di dalam negeri, ungkapnya.

Pembangunan smelter juga tengah dilakukan holding BUMN tambang Mind ID. Perusahaan mengupayakan proyek pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Kalimantan Barat dapat berjalan.

Direktur Operasi dan Produksi MIND ID Danny Praditya mengatakan sebagai induk holding tambang, komitmen hilirisasi perusahaan tetap menjadi prioritas terlepas dari tantangan yang ada.

Sebagai holding, kami tetap mau ini berjalan. MIND ID akan terus mendorong PT BAI melalui Inalum dan Antam dapat menyelesaikan apa yang sudah diinisiasi secara tuntas. Saat ini kondisi actual progress sudah mencapai 14,56%, ujar Danny dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (20/9). (Medcom/S-3)

Back to List

Berita Selanjutnya

news thumb 3
17 May 2017

Ribuan karyawan di Ridge Camp akan menjadi yang pertama menikmati inve...

07 July 2017

Upaya-upaya pengembangan SDM dengan memanfaatkan pesatnya perkembangan...