Hilirisasi Tembaga Harus Disiapkan

18 January 2023

Hilirisasi tembaga yang digaungkan pemerintah mesti disertai peta jalan industri penyerapnya. Apalagi, pada 2024 smelter besar akan beroperasi sehingga industri-industri penyerap produk hilir tembaga mesti disiapkan.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli saat dihubungi di Jakarta, Selasa (17/1/2023), mengatakan, saat ini hanya ada tiga perusahaan tambang yang menghasilkan tembaga, yakni PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, dan PT Batutua Tembaga Raya.

Konsentrat tembaga baru diolah sebagian, yaitu sekitar 1 juta ton di PT Smelting Gresik di Jawa Timur. Dari sekitar 3 juta ton konsentrat tembaga yang dihasilkan di Indonesia per tahunnya, praktis lebih banyak konsentrat yang diekspor ketimbang yang dimumikan di dalam negeri.

Sembari memperbesar kapasitas smelter tembaga di dalam negeri, industri hilirnya perlu disiapkan. Seperti produk kelistrikan, alat-alat medis dan kimia, otomotif, serta keperluan militer. Jadi, banyak sekali potensi dan itu perlu dikembangkan, baik pada industri manufaktur maupun industri antaranya. Ini yang perlu dipetakan, ujar Rizal.

Menurut Rizal, semangat hilirisasi, termasuk tembaga, yang dicanangkan pemerintah harus disambut pelaku industri hingga pemerintah melalui BUMN. Dengan demikian, setelah diolah menjadi katoda, tidak perlu diekspor lagi, tetapi dimanfaatkan di dalam negeri. Apalagi, kendaraan listrik dan baterainya, yang sedang dikembangkan pemerintah, memerlukan banyak tembaga.

Pejabat Sementara Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Carmelita Hartoto menambahkan, pihaknya mendukung sekaligus berharap adanya hilirisasi sumber daya alam. Hal itu perlu dibarengi pembangunan industri untuk menyerap katoda tembaga guna meningkatkan konsumsi dalam negeri dari hasil hilirisasi. "Industri itu, misalnya, untuk jaringan kabel listrik dan kendaraan listrik. (Sebab), serapan terhadap tembaga pada kendaraan listrik akan lebih besar daripada kendaraan konvensional, kata Carmelita.

Sementara itu, kemajuan proyek pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik telah mencapai 51,7 persen. Pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat tembaga ini mulai beroperasi pada Mei 2024. Agar pemanfaatan megaproyek senilai Rp 45 triliun itu optimal, industri manufaktur tembaga di dalam negeri perlu didorong.

Saat Kompas mengunjungi lokasi, Jumat (13/1) siang, ribuan orang tampak bekerja dan mengoperasikan sejumlah alat berat di sana. Panas terik matahari tidak menghentikan kerja mereka. "Kami bekerja sama dengan pemerintah agar (produk hilirisasi) bisa dikonsumsi di dalam negeri, kata Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas di Gresik.

Dengan selesainya proyek ini, akan ada produksi katoda di dalam negeri dalam jumlah besar dan memberi nilai tambah bagi industri hilir, seperti industri kabel dan manufaktur lain yang menggunakan tembaga. Tony yakin, dengan besamya produksi katoda di Gresik, makin banyak pihak yang mau berinvestasi di Indonesia. Industri-industri manufaktur pengguna tembaga di Indonesia pun, yang saat ini masih impor, bisa menyerap tembaga dari smelter tersebut. "Industri hilirnya harus tumbuh dan ini akah memancing industri lain yang lebih hilir lagi untuk bermunculan apabila disertai dengan kebijakan dan promosi yang tepat, ucap Tony. (DIT/SUT)

Back to List

Berita Selanjutnya

news thumb 3
17 May 2017

Ribuan karyawan di Ridge Camp akan menjadi yang pertama menikmati inve...

07 July 2017

Upaya-upaya pengembangan SDM dengan memanfaatkan pesatnya perkembangan...